Rabu, 30 April 2008

Pendidikan Jarak Jauh Manfaatkan Teknologi Informasi



JAKARTA -- Sejak 1950-an sistem korespondensi digunakan untuk menjangkau daerah-daerah terpencil dalam mengusahakan pendidikan jarak jauh (PJJ) di seluruh Indonesia. Namun, sejak pendirian Universitas Terbuka (UT) pada 1984, PJJ telah memanfaatkan teknologi ajar moduler dan siaran radio. Teknologi PJJ kemudian berkembang terus hingga menggunakan teknologi baru berupa internet/online.

Fleksibilitas bagi perguruan tinggi untuk menyelenggarakan program pendidikan jarak jauh ini sesuai dengan ketentuan pemerintah sejak 2001. ''Kita memang memerlukan pendidikan berkualitas yang dapat menjangkau masyarakat luas tanpa hambatan geografi, demografi, sosial, ekonomi, dan sebagainya,'' ujar Rektor UT, M Atwi Suparman, seusai memimpin wisuda periode pertama 2008 UT, Selasa (1/4).

Menurut Atwi, dalam mengelola UT pihaknya telah memiliki jaringan internal 37 Unit Pendidikan Belajar Jarak Jauh (UPBJJ-UT). ''Kami juga menyediakan berbagai layanan bantuan belajar, tutorial, siaran radio dan televisi, konseling, dan layanan online akademik maupun administrarif,'' jelasnya.

Lebih jauh Atwi menyatakan, UT juga menjalin kerja sama dengan institusi lain. Misalnya, perguruan tinggi negeri, perguruan tinggi swasta, PT Pos Indonesia, perusahaan kargo, jaringan televisi nasional, stasiun radio lokal dan nasional, perpustakaan daerah, dan industri telekomunikasi. ''Rencana strategis, rencana operasional, sistem jaminan kualitas, semuanya menggunakan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi,'' tegasnya.

Dalam waktu dekat, kata Atwi, UT sedang mempersiapkan sertifikasi International Organization for Standardization (ISO) yang diperlukan dalam dunia bisnis untuk sistem informasi dan kerja sama. UT Juga terus mendorong agar seluruh UPBJJ di seluruh Indonesia mendapat sertifikasi ISO 9001:2000. ''Salah satu aspek penting dalam sertifikasi ISO bagi sistem informasi akan ditujukan bagi keamanan sistem informasi,'' jelasnya.

Dengan demikian, kata Atwi, keamanan informasi yang dikelola UT akan lebih terjamin. Selain itu, lanjut dia, kepercayaan masyarakat terhadap keandalan manajemen UT akan meningkat. ''Hal itu dapat dimaklumi karena UT menggunakan teknologi informasi dalam layanan akademik, termasuk dalam pelaksanaan ujian,'' jaminnya. Atwi menegaskan, pihaknya akan menjadikan tersedianya UPBJJ yang profesional dalam rangka mewujudkan UT sebagai salah satu institusi unggulan. ''Unggul di antara institusi PTJJ di Asia pada 2010 dan di dunia pada 2020,'' tegasnya.

oleh: koran republika

nikhe yustiani 1102406019

Pendidikan Jarak Jauh Jangan Hanya untuk Raih Gelar

Jakarta, Sinar Harapan
Pendidikan jarak jauh yang mengabaikan pengendalian mutu dapat menyuburkan motivasi masyarakat yang hanya bertujuan untuk mendapatkan gelar daripada menambah ilmu pengetahuan dan keterampilannya.
Demikian Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra) M. Jusuf Kalla dalam ceramah umum pada Dies Natalis ke-18 Universitas Terbuka, di Jakarta, Rabu (4/9). ”Pengabaian mutu dalam pendidikan jarak jauh dapat menimbulkan motivasi masyarakat hanya untuk mendapatkan gelar semata, bukan bertujuan untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan,” ujarnya.
Oleh sebab itu, sistem ujian baik teori maupun praktik bagi peserta pendidikan tinggi jarak jauh, sangat menentukan bermanfaat atau tidaknya penyelenggaraan pendidikan tinggi jarak jauh tersebut. Selain itu, sistem pendidikan jarak jauh sebaiknya menggunakan standar yang sama dengan program reguler, sedangkan yang berbeda hanya metode belajar-mengajarnya.
Menurut Kalla, pendidikan tinggi jarak jauh khususnya yang didukung oleh kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, dapat menjadi alternatif, namun harus disertai dengan pengendalian mutu yang baik. Pendidikan tinggi jarak jauh juga dapat meningkatkan keberhasilan program reguler.
Jusuf Kalla menambahkan, jika dikelola dengan baik dan menggunakan standar kelulusan yang se-mestinya, maka penyelenggaraan pendidikan tinggi jarak jauh justru mengandung beberapa kelebihan dibandingkan dengan program reguler, karena memiliki tingkat fleksibilitas yang lebih tinggi bagi mahasiswa dalam belajar.
Dalam hal ini mahasiswa dapat menjadi lebih mandiri dan penyelenggaraan proses belajar-mengajar tidak terikat oleh aturan kulikuler yang ketat. Dengan demikian, mahasiswa yang berpotensi tinggi dapat menyelesaikan programnya dengan lebih cepat.
Karakteristik utama dari sistem belajar jarak jauh ialah potensinya untuk mendorong mahasiswa menjadi orang yang memiliki komitmen tinggi terhadap tujuannya melalui kegiatan mandiri. “Pendidikan yang lulusannya bermutu rendah bukan hanya menimbulkan pemborosan resources tetapi juga menimbulkan masalah di masyarakat, apalagi jika hal tersebut terjadi di jenjang pendidikan tinggi,” lanjutnya.

Belajar Mandiri
Sementara itu Rektor Universitas Terbuka, Atwi Suparman, mengatakan dalam konteks peningkatan kualitas akademik, perbaikan yang telah dilakukan UT antara lain dalam bentuk peningkatan efisiensi kurikulum, penggunaan mata kuliah bersama, penggunaan bahan ajar bersama dan penutupan program studi yang sudah jenuh.
UT juga telah berupaya untuk mencari bentuk-bentuk baru format penyampaian bahan ajar agar mahasiswa yang memang berniat belajar merasa nyaman belajar di UT. Pada tahun 2002, UT telah mengembangkan hampir 200 paket bahan ajar multimedia yang terdiri atas bahan ajar cetak terintegrasi dengan video, audio cassette, audigrafis atau computer assisted instruction (CAI), termasuk melakukan revisi sejumlah bahan ajar cetak. UT melayani mahasiswa dengan mengembangkan bahan ajar suplemen sebagai bahan pengayaan dan pendalaman materi bagi mahasiswa.
“Dalam hal proses belajar, mahasiswa UT pada dasarnya dituntut untuk mampu belajar mandiri yang berarti bukan saja belajar sendiri, tetapi mengikuti berbagai bentuk tutorial.
Namun mahasiswa UT tidak boleh cengeng dan mengharapkan perkuliahan tatap muka serta melakukan kegiatan-kegiatan kemahasiswaan seperti yang dilakukan teman-teman mereka di perguruan tinggi lain,” tegasnya.
Atwi Suparman menjelaskan pendidikan jarak jauh adalah pendidikan yang dilakukan melalui pendayagunaan media pembelajaran, karena jauhnya jarak dan terpisahnya mahasiswa dengan pengelola pendidikan.
Pada 2001 UT memberikan layanan tutorial tatap muka di 21 Unit Pengembangan Belajar Jarak Jauh (UPBJJ) dan tutorial tatap muka rancangan khusus pada tujuh UPBJJ. Di tahun yang sama, UT mengembangkan 30 set naskah tutorial tertulis untuk 30 mata kuliah.
Sedangkan untuk tutorial berbasis internet hingga saat ini UT sudah menyediakan 150 matakuliah dalam bentuk bulletin board yang dapat diakses oleh mahasiswa UT lewat internet.
Dalam tahun 2002 UT membentuk tim implementasi sistem jaminan kualitas yang bertugas antara lain menyusun kerangka acuan sistem jaminan kualitas (quality assurance system) dengan mengacu pada QAS yang dirumuskan oleh Asian Association of Open University. Target UT ke depan adalah UT sebagai perguruan tinggi jarak jauh unggulan di Asia.
“Target itu saat ini memang masih merupakan mimpi. Namun mimpi itu bisa berpeluang menjadi kenyataan. Oleh sebab itu mimpi ini bisa dijadikan sebuah titik awal untuk memacu semangat kerja UT dalam mewujudkannya melalui program yang strategis dan sistematik,” lanjut Atwi. (van)

oleh: koran sinar harapan
Ikke Nurdyastuti 1102406011

Melepas Belenggu Kebodohan Lewat Pendidikan Jarak Jauh

SATU dunia, tanpa sekat, tanpa batas. Demikian pesan tertulis sebuah papan reklame produk layanan komunikasi yang terpasang di salah satu sudut Bandar Udara Cengkareng, Jakarta. Maksud pesan tersebut ingin memperjelas gagasan besar yang pernah disampaikan "dukun masa depan", John Naisbitt lewat bukunya yang sangat popular.

Sang "dukun'' meramal, dalam milenium ini bangsa-bangsa akan melebur dan menciptakan sebuah wilayah tunggal tanpa batas, tanpa sekat, dan tanpa batas geografis. Di bawah terminologi globalisasi, batas-batas tersebut telah meleburkan dikotomi utara-selatan, timur-barat, negara maju dan negara berkembang.

Namun, agaknya John Naisbitt lupa bahwa perkembangan bangsa-bangsa tersebut masih juga menyisakan kelompok-kelompok masyarakat yang jauh dari akses perubahan, bahkan tidak memungkinkan terlibat di dalam proses perubahan global.

Inilah sebuah ironi globalisasi yang tidak pernah bisa dihindari. Tetapi konsepnya tetap harus diperjuangkan untuk dapat diletakkan sebagai basis perubahan.

"Pendidikan merupakan jembatan untuk membuka kebuntuan akses dan menempatkan kelompok masyarakat terbelakang kepada wilayah pencerahan yang dapat membebaskan komunitas masyarakat yang berada di pedalaman dan jauh dari gemerlap serta hiruk-pikuk kota. Melepaskan belenggu serta jerat kebodohan dan kemiskinan merupakan agenda politik pendidikan yang dapat menjadikan dunia tanpa batas," ujar Direktur Kesetaraan Depdiknas Ella Yulaelawati di Jayapura, belum lama ini.

Berangkat dari kompleksitas geografis wilayah Indonesia, salah satu kiat menggapai atau menyentuh daerah-daerah pedalaman dan pelosok di tanah air adalah lewat program pendidikan jarak jauh (distance learning).

Lewat program ini diharapkan belenggu kebodohan dan kemiskinan yang dirasakan sebagian penduduk negeri ini di daerah pedalaman Papua, Kalimantan, Sulawesi dan Sumatera, dapat terjangkau.

Masalahnya, jika program pendidikan jarak jauh ini dilakukan dengan mengedepankan teknologi sebagai basis utamanya, hal ini sangat mustahil untuk dilakukan. Pasalnya, harus diakui penguasaan teknologi masyarakat Indonesia masih sangat minim.

Menurut Ella, paling kurang ada dua alternatif pengembangan program jarak jauh. Pertama, pengembangan model distance learning dengan konsep direct learning (DL) melalui pengembangan pusat pelatihan berbasis komunitas.

Model ini dikembangkan dengan memberikan pelatihan pada konstituen utama yang selanjutnya diminta menjadi sukarelawan untuk pengembangan program di tengah-tengah komunitas.

Kedua, pengembangan model pendidikan jarak jauh dengan mengadopsi sistem kelas bergerak (mobile classroom). Model ini dikembangkan mengingat kondisi wilayah pedalaman dan daerah-daerah di perbatasan yang relatif sulit untuk mendirikan pusat-pusat atau kelas-kelas belajar permanent.

Karena itu, paparnya, pengembangan model kelas bergerak sangat bergantung pada kondisi wilayah yang menjadi tempat pengembangan program pendidikan jarak jauh. Pengembangan model pendidikan jarak jauh ini dapat menjadi alternatif dalam penuntasan masalah-masalah pendidikan, terutama bagi kelompok masyarakat migran di daerah-daerah perbatasan dan daerah terluar Indonesia.

Radio Pendidikan

Pendidikan jarak jauh pada kondisi awal sudah dijalankan pemerintah melalui berbagai upaya, baik melalui belajar jarak jauh yang dikembangkan Universitas Terbuka maupun pendidikan jarak jauh yang dikembangkan Pusat Teknologi Komunikasi dan Informasi Departemen Pendidikan Nasional.

Program pembelajaran multimedia ini, antara lain berupa program SMP dan SMA terbuka, serta pendidikan dan latihan siaran radio pendidikan.

Berkenaan dengan itu, yang pasti sasaran dari program pendidikan jarak jauh tidak lain adalah memberikan kesempatan kepada anak-anak bangsa untuk mengecap pendidikan di tingkat yang lebih tinggi, bahkan tidak terkecuali anak didik yang sempat putus sekolah, baik untuk pendidikan dasar maupun menengah.

Demikian pula bagi para guru yang memiliki sertifikasi lulusan SPG/SGO/KPG yang karena kondisi tempat bertugas di daerah terpencil, pedalaman, di pegunungan, dan banyak pula yang dipisahkan pulau, maka peluang untuk mendapatkan pendidikan melalui program pendidikan jarak jauh mutlak menjadi terbuka lebar.

Untuk itu, pemerintah telah melakukan dengan berbagai terobosan dalam upaya meningkatkan mutu sumber daya manusia. Upaya keras yang dilakukan adalah dengan melokalisasi daerah terpencil, pedalaman yang sangat terbatas oleh berbagai hal, seperti transportasi, komunikasi, maupun informasi, untuk mendapat pelayanan pendidikan jarak jauh. Langkah ini ditempuh untuk memajukan dunia pendidikan di daerah-daerah terpencil. (E-5)


oleh: suara pembaharuan

Ananda Satria Mawan 1102406039

Selasa, 29 April 2008

wacana indah tentang pendidikan terbuka

Siswa sekolah ini relatif unik. Sekitar pukul 13.00 WIB mereka berdatangan ke sekolah. Mereka umumnya membawa sepeda. Tidak sedikit pula di antara mereka yang berjalan kaki atau naik mobil umum. Pakaiannya ada yang berseragam, ada pula yang berpakaian biasa. Tidak ada sedikitpun diwajahnya kelelahan. Mereka tampak ceria dan bersemangat. Padahal mereka umumnya para pekerja di pabrik rokok dan perusahaan furnitur di sekitar kota Kudus dan Jepara Jawa Tengah.

Mereka adalah siswa SLTP Terbuka yang akan mengikuti tatap muka di sekolah induk. Mereka hanya 2 kali minggu belajar di sekolah induk. Sebagian besar mereka belajar secara mandiri. Mereka bisa bekerja sambil melanjutkan sekolah (belajar) di SLTP Terbuka. "Kami tidak mungkin bisa melanjutkan sekolah kalau tidak ada SLTP Terbuka. Kami bukan tidak punya uang untuk sekolah di SLTP reguler, tapi waktu kami sangat terbatas, karena setiap hari kami harus bekerja "kilahnya ketika ditanya alasan memilih SLTP Terbuka. Pengalaman serupa juga dapat kita lihat di Universitas Terbuka (UT). Alasan mahasiswanya memilih UT karena mereka tidak bisa mengikuti kuliah di perguruan tinggi konvensional. Dan sebagian besar siswa UT sudah bekerja. Memang SLTP Terbuka dan Universitas Terbuka adalah bentuk lembaga pendidikan yang menerapkan pendidikan jarak jauh. Pendidikan ini dirancang untuk mereka yang karena berbagai hal tidak bisa mengikuti pendidikan tatap muka antara peserta didik dengan guru/dosen (konvensional). Dua bentuk lembaga pendidikan tersebut kini sudah menjadi sekolah alterternatif dalam sistem pendidikan nasional.

Perkembangan Pendidikan Terbuka/Jarak Jauh (PTJJ) di Indonesia sebetulnya telah lama dikenal bahkan sejak zaman kolonial Belanda dalam bentuk kursus tertulis yang diselenggara-kan melalui jasa pos (HRA. Tilaar). Tahun 1950-an Departemen Pendidikan menyelenggarakan Pendidikan dan Pelatihan Jarak Jauh bagi guru SD, SLTP dan SLTA. Kemudian tahun 1976 mulai diriintis pemanfaatan program siaran radio pendidikan untuk penataran guru-guru dan calon guru Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah. SLTP Terbuka (dulu SMP Terbuka) mulai dirintis sejak tahun 1979. Perkembangan selanjutnya tahun 1990/1991 dikembangkan Program Penyetaraan D-II Guru SD melalui Siaran Radio Pendidikan. Universitas Terbuka didirikan tahun 1984.

Dalam perkembangannya, pendidikan jarak jauh ini tidak hanya dilakukan oleh Departemen Pendidikan, akan tetapi departemen lain bahkan lembaga pendidikan swasta menyelenggarakan PTJJ. Untuk mengoptimalkan pendidikan terbuka/jarak jauh ini, tahun 1993 dibentuk Jaringan Sistem Belajar Jarak jauh Indonesia atau lebih dikenal dengan Indonesia Distance Learning Network (IDLN).

Untuk kawasan regeonal (Asia Tenggara) tahun 1997 telah dibentuk Seamolec (Seameo Regeonal Open Learning Network). Seamolec ini kini beranggotakan 10 negara, yaitu Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Myanmar, Brunai, Filipina, Laos, Vietnam, dan Kamboja, Di tengah-tengah persiapan melaksanakan otonomi daerah, kini sedang dikembangkan SMU Terbuka. SMU Terbuka ini juga menerapkan konsep pendidikan jarak jauh. Tulisan ini akan mencoba menganalisis bagaimana tantangan dan peluang pendidikan terbuka/jarak jauh sebagai pendidikan alternatif di era otonomi daerah.

Secara umum berdasarkan data BPS (1998) penduduk Indonesia tingkat melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi masih rendah (perhatikan table-1). Misalnya anak usia 15 s.d. 19 tahun atau kita sebut saja usia SLTA dari 20.897.653 jiwa, 49,76 % tidak sekolah lagi dan 1,27% tidak/belum pernah sekolah. Sedangkan yang bersekolah hanya 48,97 %. Artinya anak yang masih dapat mengikuti pendidikan setingkat SLTA hanya 48,97%. Apalagi yang melanjutkan ke perguruan tinggi. Memang tingkat perbandingan melanjutkan sekolah dari Sekolah Dasar sampai perguruan tinggi sangat jauh. Jika usia 20 s.d. 24 tahun disebut sebagai usia perguruan tinggi, hanya 9,29% yang sekolah, dan sebagian besar (88,86%) tidak sekolah lagi.

Penyebab rendahnya tingkat melanjutkan sekolah ini sangat kompleks. Kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan masih rendah. Anggapan masyarakat bahwa anak dirasakan cukup hanya bisa baca, tulis, dan hitung saja masih banyak. Di sisi lain sulitnya mencari pekerjaan bagi lulusan sekolah membawa dampak negatif. Ngapain sekolah tinggi-tinggi toh setelah lulus juga nganggur, susah cari kerja. Akibatnya para orang tua enggan menyekolahkan anak ke jenjang yang lebih tinggi.

Kendala keterbatasan ekonomi merupakan hambatan klasik dalam melanjutkan sekolah. Tidak sedikit ditemukan para orang tua yang masih bergelut dengan susahnya memenuhi kebutuhan primer (makan, pakaian dan perumahan). Data perkiraan BPS tahun 1998 saja jumlah penduduk miskin mencapai 79,4 juta jiwa. Apalagi krisis ekonomi yang berkepanjangan memperparah kondisi tersebut. Hasil studi yang dilakukan Pustekkom (2000) menunjukan bahwa faktor utama tidak melanjutkan sekolah adalah masalah lemahnya ekonomi. Oleh karena itu anak usia sekolah terpaksa dituntut untuk membantu orang tua mencari napkah. Umumnya mereka bekerja menjadi pekerja kasar seperti buruh pabrik, pertanian, perkebunan, atau kuli bangunan.

Letak geografis Indonesia yang cukup luas dan sulit alat transportasi juga menjadi masalah pendidikan nasional. Sampai kini sekolah konvensional khususnya mulai tingkat SLTP, SLTA apalagi perguruan tinggi masih terpusat di kota besar. Sementara di daerah masih jarang apalagi di desa-desa terpencil yang jauh di sana. Jika kebetulan ada sekolah ini, mutu dan kelengkapan sarananya jauh tertinggal dari daerah perkotaan. Sedangkan penduduk Indonesia sebagian besar berada di daerah pedesaan. Ini berarti anak yang ingin melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi harus meninggalkan kampung halamannya dan bermukim di kota.

Selain itu keterbatasan sumber belajar, sarana belajar, tenaga guru, kesejahteraan guru, pengelolaan yang kurang profesional menjadikan kompleksitasnya sistem pendidikan nasional. Di sini perlu segera dicari berbagai alternatif pendidikan, apalagi memasuki era otonomi daerah.

Dalam aspek pendidikan, otonomi daerah tentu saja memberikan warna tersendiri. Di sini pro dan kontra pun bermunculan. Bagi yang pro memandang otonomi daerah sebagai suatu kesempatan untuk memajukan pendidikan khususnya di daerahnya. Mereka menyadari bahwa dengan sentralisasi pendidikan banyak kelemahan. Kelemahan tersebut diantaranya; isi kurikulum kurang sesuai dengan kondisi dan budaya daerah, begitu pula dalam pengelolaan, serta aspek-aspek lainnya sering dikeluhkan. Melalui otonomi ini, mereka optimis bisa menata semua kelemahan tersebut.

Sebaliknya bagi yang kontra, adanya kekhawatiran kesenjangan mutu pendidikan akan semakin jauh. Bagi daerah kaya, mereka bisa menyediakan fasilitas pendidikan yang memadai, meningkatkan kesejahteraan guru, membebaskan biaya pendidikan, atau apa saja yang mereka inginkan dalam meningkatkan mutu SDM daerahnya. Sebaliknya bagi daerah yang miskin, mungkin bisa hidup bertahan saja sudah untung, bagaimana mereka bisa meningkatkan mutu pendidikan dalam upaya meningkatkan SDM-nya. Hal ini menjadi semakin jauh jurang pemisah tiap daerah. Karena kakekatnya memajukan pendidikan berarti membangun aset masa depan yaitu meningkatkan mutu SDM. Pada akhirnya jika SDM sudah terbentuk, mereka akan lebih mantap memajukan daerahnya yang ditunjang dengan fasilitas sumber daya alam yang memadai.
Mengingat pentingnya aspek pendidikan maka hakekat otonomi daerah adalah bagaimana strategi membangun SDM. Tantangan dan persaingan global yang semakin ketat sangat bergantung pada kehandalan SDM. Oleh karena itu pada akhirnya kompetetif di era otonomi daerah ini akan dimenangkan oleh daerah yang memiliki SDM yang handal. Daerah yang hanya mengandalkan sumber daya alam tanpa meningkatkan kemampuan SDM justru akan ketinggalan. Sebaliknya daerah yang miskin sekalipun jika mampu membangun SDM yang handal, mereka akan eksis dan mampu bersaing bahkan mungkin memenangkan persaingan. Di sini kita bisa bercermin dari negara-negara seperti Jepang atau Korea yang sumber alamnya miskin, tetapi karena SDM-nya handal, mereka bisa eksis.

Dalam hal ini pendidikan adalah aset masa depan dalam membentuk SDM yang berkualitas. Setiap daerah dituntut menciptakan pendidikan yang bisa meningkatkan kualifikasi SDM-nya sesuai dengan situasi dan kebutuhan daerah. Namun peningkatan SDM ini perlu ditangani oleh sistem pendidikan yang baik, pengelola yang profesional, tenaga guru yang bermutu, sarana belajar yang cukup, dan anggaran pendidikan yang cukup. Selama ini semua sub sistem pendidikan tadi dikelola oleh pusat dan kini menjadi tanggungjawab daerah. Di sinilah permasalahanya, apakah daerah mampu melakukan itu, jawabanya, pendidikan bisa lebih maju, biasa saja, atau lebih buruk dari kondisi sebelumnnya.

Pengalaman negara-negara yang telah melakukan desentralisasi pendidikan menunjukan adanya kemerosotan mutu pendidikan terutama di tahun-tahun awal. Kondisi ini tidak hanya dialami oleh negara berkembang, akan tetapi juga oleh negara maju seperti Kanada, Australia, dan Amerika Serikat (Wardiman Djojonegoro, 2000). Oleh karena itu untuk mengantisifasi kesenjangan dan merosotnya mutu pendidikan tersebut perlu segera diantisipasi, berbagai upaya perlu dilakukan, salah satunya adalah diperlukan pendidikan alternatif yang bisa mengatasi kendala tersebut.

Dalam sejarah pendidikan nasional Pendidikan Terbuka/Jarak Jauh (PTJJ) telah menjadi pendidikan alternatif. Kontribusi sistem pendidikan ini cukup signifikan dalam percaturan sistem pendidikan nasional. Diklat Siaran Radio Pendidikan misalnya telah mencapai lebih 200 ribu guru SD. SLTP Terbuka kini telah mencapai 230 ribu lebih (Pustekkom, 2000). Lulusan SLTP Terbuka tidak sedikit pula yang berprestasi, melanjutkan ke sekolah unggulan atau bekerja baik di instansi pemerintah maupun swasta. Begitu pula bentuk pendidikan jarak jauh lainnya seperti Universitas Terbuka, dan bentuk PTJJ lainnya telah menghasilkan lulusan yang cukup signifikan bagi pembangunan bangsa.

Pendidikan terbuka/jarak jauh tidak hanya dilakukan dalam pendidikan formal, akan tetapi juga di lembaga tempat bekerja dalam melatih pegawainya. Lembaga lain seperti Departemen Kesehatan telah menyelenggarakan diklat jarak jauh bagi peningkatan kemampuan profesional bidan dan perawat, serta jaminan mutu kesehatan yang tersebar di daerah-daerah. Sampai tahun 1998/1999 para bidan yang telah mengikuti DJJ sebanyak 7.272 orang. Departemen Pertanian menyelenggarakan peningkatan profesional para penyuluh pertanian lapangan melalui Program D III Penyuluhan Pertanian Jarak Jauh. Program ini hingga tahun 1998/1999 telah mencapai 3.645 orang. Begitu pula lembaga/departemen lain (Departemen Dalam Negeri, Departemen Tenaga Kerja, Depag, dll.) telah melakukan PTJJ dalam meningkatkan kompetensi para pegawainya yang tersebar di daerah-daerah yang relatif sulit dilakukan dengan cara konvensional.

Bentuk PTJJ bisa ditemukan bermacam-macam dan mungkin saja namanya berbeda, misalnya Sekolah Korespondensi (Correspondence School), Belajar Mandiri (Independent Study), Pendidikan Terbuka (Open Learning), Pendidikan di Luar Kampus (Off-Campus Class), Belajar Jarak Jauh (Distance Learning), dan lain-lain. Namun walaupun namanya berbeda, sistem pendidikan ini memiliki kesamaan karakteristik. Anung Haryono (1998) mengidentifikasi karakteristik dari pendidikan terbuka/jarak jauh antara lain:
a. Peserta didik belajar secara terpisah dari guru. Karena itu peserta didik lebih banyak belajar secara mandiri.
b. Isi pelajaran (learning contents) disampaikan kepada peserta didik melalui berbagai jenis media. Media ini berfungsi untuk menggantikan sebagian tugas guru, yaitu tugas menyampaikan informasi dan penjelasan.
c. Ada lembaga tertentu yang merancang, mengembangkan, mengimplementasikan sistem tersebut serta mengevaluasi hasilnya.
d. Biasanya ada unit pelayanan bantuan terhadap peserta didik.
e. Dimungkinkan adanya hubungan dua arah antara peserta didik dengan guru atau tutor.

Karakteristik PTJJ tersebut memungkinkan peserta didik yang tidak bisa mengikuti pendidikan konvensional karena alasan letak geografis, ekonomi, keterbatasan waktu, atau fasilitas belajar lainnya bisa mengikuti sistem pendidikan jarak jauh. Ilustrasi di bagian awal tulisan ini merupakan gambaran alasan peserta didik perlunya belajar di sekolah yang menerapkan sistem pendidikan jarak jauh.

PTJJ bisa memberikan kebebasan belajar pada peserta didik mulai dari merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi belajarnya. Peserta dapat belajar melalui bahan belajar yang telah dipersiapkan secara khusus. Bahan belajar ini bisa berupa modul, kaset audio/video, multi media, siaran radio/TV, dll. Bahan belajar ini mewakili sebagian tugas guru.

Komunikasi dan bimbingan dengan guru/tutor sangat dimungkinkan bisa dilakukan. Komunikasi ini bisa langsung (tatap muka) atau melalui media. Misalnya kini di beberapa lokasi SLTP Terbuka telah dilengkapi dengan radio komunikasi dua arah. Melalui alat ini siswa di tempat kegiatan belajar dapat bertanya tentang kesulitan belajarnya dengan guru bina di sekolah induk. Atau siswa dapat berkomunikasi (diskusi) dengan teman temannya di kelompok lain. Pertemuan tatap muka dengan guru bina dilakukan sesuai dengan jadwal yang telah disepakati. Belajar kelompok atau diskusi kelompok juga mereka lakukan dalam waktu dan tempat yang ditentukan bersama.

Potensi PTJJ
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa pendidikan terbuka/jarak jauh telah menjadi pendidikan alternatif dalam sistem pendidikan nasional. Sistem pendidikan ini memberikan kebebasan belajar kepada peserta didik. Peserta didik dapat belajar tanpa harus meninggalkan tempat tinggal dan tugas sehari-harinya. Ini berarti mereka bisa belajar di tempat tinggalnya sekalipun jauh dengan lembaga penyelenggara pendidikan. Mereka juga bisa mengikuti pendidikan sambil tetap bekerja. Begitu pula waktu belajar lebih pleksibel. Mereka bisa memilih waktu yang tepat untuk belajar seusai dengan kondisinya. Bahan belajarnyapun berpariasi. Begitu pula interaksi atau bimbingan dengan tutor dapat dilakukan sesuai kondisi dan kesepakatan bersama.

Daya jangkau PTJJ sangat luas. Melalui pemanfaatan teknologi komunikasi dan infomasi, pendidikan ini bisa menjangkau peserta didik yang luas bahkan di daerah terpencil yang sulit dijangkau transportasi. Ini berarti bagi daerah yang secara geografis sulit, bisa menerapkan sistem pendidikan ini.

PTJJ bisa mengatasi keterbatasan fasilitas belajar, ruang belajar, atau tenaga guru. Karena PTJJ bisa memaksimalkan sumber belajar yang ada dan tidak perlu ruang khusus. Oleh karena itu PTJJ lebih efiesien. Peserta didik dibiasakan belajar melalui berbagai sumber belajar, dimana saja setiap mereka ada kesempatan untuk belajar.

Di era pesatnya kemajuan iptek dan ketatnya persaingan ini, sikap-sikap seperti kemandirian, disiplin, tanggungjawab, keuletan, kebiasaan membaca, atau rasa keingin tahuan terhadap perubahan sangat diperlukan. Dalam sistem pendidikan terbuka/jarak jauh sikap seperti itu sangat ditonjolkan. Peserta didik dibiasakan untuk belajar mandiri dengan seminimal mungkin bantuan dari orang lain (guru/pembimbing).

Potensi daerah dan kebutuhan tiap daerah tentu saja berbeda. Sistem pendidikan ini lebih mudah menyesuaikan dengan kebutuhan daerah, baik dalam bahan belajar, sistem pengelolaan atau sistem belajarnya.

Disamping potensi tadi, pendidikan terbuka/jarak jauh juga memiliki kelemahan diantaranya, secara fisik terpisah antara guru dengan peserta didik sehingga sulit diawasi, kedisiplinan dan kemandirian peserta didik sangat diperlukan. Pendidikan ini juga diperlukan sistem pengelolaan yang profesional.

Kemungkinan Penyelenggaraan PTJJ
Telah disinggung sebelumnya bahwa kemampuan tiap daerah baik kemampuan sumber daya alam maupun SDM berbeda. Begitu pula tuntutan kebutuhan, sosial ekonom dan juga geografis berbeda pula. Semangat otonomi daerah, memberikan keleluasaan bagi daerah untuk mengatur sendiri termasuk aspek pendidikan. Dalam hal penerapan pendidikan jarak jauh pun daerah memiliki beberapa alternatif.

Penyelenggaraan PTJJ bisa dilakukan oleh organisasi secara khusus atau bekerja sama dengan lembaga terkait. Menurut Perry dan Rumble, ada tiga organisasi penyelengaraan PJJ yaitu lembaga tungga (single mode), lembaga dwifungsi (dual mode), dan lembaga Campuran (mix mode). Lembaga tungga (single mode) adalah lembaga pendidikan yang didirikan mengkhususkan untuk penyelenggaraaan pendidikan jarak jauh, misalnya Universitas Terbuka. Lembaga dwifungsi (dual mode) adalah lembaga pendidikan yang awalnya menyelenggarakan pendidikan konvensional, tetapi dalam perkembangannya menyelenggarakan pendidikan jarak jauh.

Di era reformasi lembaga seperti ini dimungkinkan untuk bisa dilaksanakan. Misalnya Universitas Indonesia disamping menyelenggarakan pendidikan konvensianal juga membuka PTJJ. Sedangkan Lembaga campuran (mix mode) adalah lembaga pendidikan yang memberikan kebebesan pada peserta didiknya untuk mengikuti pendidikan konvensional atau PTJJ. Hal ini berarti pemerintah daerah bisa memilih bentuk yang cocok dalam penyelenggaraan PTJJ, misalnnya bekerjasama dengan lembaga yang secara khusus menangani pendidikan jarak jauh khususnya dalam hal pengembangan sistem, bahan belajar, dan SDM-nya. Sistem dan bahan belajar tersebut tentu saja disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan daerah.

Dalam kerjasama ini ada beberapa bentuk yang bisa ditempuh antara lain pemerintah daerah mengikuti apa adanya semua sistem pendidikan jarak jauh yang telah ada di lembaga penyelenggara tanpa menyesuaikan dengan kondisi lingkungan sekitarnya. Misalnya pemerintah daerah bekerjasama dengan Universitas Terbuka; kurikulum, bahan belajar, dan sistem belajarnya mengikuti sistem yang diterapkan oleh UT. Pilihan ini bisa di tempuh terutama oleh daerah yang kemampuan dananya terbatas.

Saat ini sudah banyak jenis pendidikan terbuka/jarak jauh yang ditawarkan lembaga-lembaga baik dari dalam maupun luar negeri. Berdasarkan data ICDL (International Center for Distance Learning) tahun 1997 tercatat ada 1.035 buah lembaga penyelenggara pendidikan terbuka/jarak jauh. Di Asia saja tercatat 116 lembaga yang tersebar di 20 negara termasuk Indonesia (Arief S. Sadiman, 2000). Ini berarti peluang daerah dalam penyelenggaraan PTJJ semakin terbuka.

Pemerintah daerah bisa juga bekerjasama dengan lembaga penyelenggara PTJJ, hanya mungkin beberapa materi pelajaran disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan daerah. Di sini proses belajar atau sistem pengelolaanya dapat pula disesuaikan dengan kondisi daerah.
Bentuk lainnya, pemerintah daerah bekerjasama dengan lembaga pendidikan yang ada di daerahnya dalam mengembangkan sistem pendidikan terbuka/jarak jauh. Misalnya Kabupaten Bandung mengembangkan pendidikan atau pelatihan untuk peningkatan kualifikasi para pertani di darerahnya. Hanya saja jika untuk jangkauan yang kecil/sedikit pengembangan PTJJ kurang efisien. Oleh karena itu bisa juga beberapa daerah yang berdekatan atau memiliki kebutuhan yang relatif sama melakukan kerjasama dalam mengembangkan PTJJ. Kerjasama ini didasarkan pada kebutuhan dan keinginan yang sama dalam meningkatkan SDM di daerahnya masing-masing. Untuk menjaga mutu PTJJ pemerintah pusat mempunyai kewajiban penting dalam membuat aturan atau standarisasi kompetensi dasar.

Anwas, Oos M., (1999), Perspektif Pendidikan Abad 21, Makalah Jurnal Teknodik, Jakarta: Depdikbud.
--------, (1999), SLTP Terbuka Andalan Penuntasan Wajib Belajar 9 Tahun, Makalah Buletin Kanwil Depdikbud Propinsi Sumatera Barat.
Badan Pusat Statistik; (1998), Statistical Year Book of Indonesia 1997, Jakarta.
Departemen Pendidikan Nasional, (2000), Studi Kebutuhan Pengembangan Pendidikan Menengah Terbuka, Jakarta; Pustekkom.
--------, (2001) SMU Terbuka; Sekolah Menengah Umum Pola Pendidikan Terbuka, Jakarta; Pustekkom.
Djojonegoro, Wardiman, (2000), Dampak Otonomi Daerah terhadap Pengembangan Sumber Daya Manusia di Daerah, Makalah Seminar Peran Diklat Jarak jauh dalam Menunjang Otonomi Daerah, Surabaya.
Haryono, Anung, (1988), Model-Model Sistem Pendidikan Jarak Jauh, Makalah Pelatihan Perencanaan Sistem Pendidikan Terbuka/Jarak Jauh, Jakarta; Seamolec.
Indonesia, Undang-Undang No 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, Jakarta; Sinar Grafika.
--------, Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 2000, tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonomi, Jakarta: Sinar Grafika
Sadiman, Arief Sukadi, (2000), Pendidikan Jarak Jauh Untuk Pengembangan SDM, Makalah Seminar Peran Diklat Jarak jauh dalam Menunjang Otonomi Daerah, Surabaya.
Sadiman, Arief Sukadi, dkk., (1996), SMP Terbuka; Sekolah Menengah Terbuka, Studi Kasus Indonesia, Jakarta: Unesco.
Tilaar, H.A.R.,(1999), Lahirnya Pendidikan Terbuka dan Jarak jauh di Indonesia; Suatu Flashback", dalam Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh, Jakarta: Universitas Terbuka.

oleh: Ayu Septi Arini 1102406031

Pendidikan Jarak Jauh "On-Line",

Sebuah Penawaran !

Fery Cahyadien Syifa

http://ferysyifa.tripod.com/ppjonline.htm - _edn1

K

ualitas sumber daya manusia yang tangguh, unggul, kreatif dan berdaya saing tinggi merupakan aset yang sangat penting bagi kehidupan. Perbedaan kualitas sumber daya manusia antara seseorang, kelompok usaha atau suatu bangsa dengan bangsa lain menyebabkan perbedaan dalam penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi, dan keterampilan.

Hal ini menyebabkan perbedaan dalam penguasaan bidang ekonomi, politik, sosial, pertahanan dan keamanan. Bangsa yang mempunyai kualitas SDM tinggi tidak akan berada di garda depan dan dapat memimpin dunia ini. Sebaliknya, mereka yang mempunyai kualitas SDM rendah akan tertinggal, ditinggalkan dan terpinggirkan di arena percaturan kehidupan dunia. Mereka yang mempunyai kualitas SDM unggul akan menjadi penentu bagi jalannya kehidupan ekonomi, politik dan militer.

Pendidikan adalah salah satu sarana untuk meningkatkan kualitas SDM. Karena itu, kualitas pendidikan pada semua jenjang dan jenis harus ditingkatkan. Kendati keadaan perekonomian kita saat ini sedang dilanda krisis dan resesi, tetapi sektor pendidikan harus tetap mendapat prioritas. Sebab, kalau tidak, kualitas SDM semakin terpuruk, yang pada gilirannya membuat bangsa kita semakin tertinggal. Memang tepat apa yang ditayangkan dalam layanan iklan sosial di televisi bahwa kita harus tetap sekolah meskipun keadaan sangat sulit.

Untuk mengenyam pendidikan, terutama jenjang pendidikan menengah dan tinggi tidak selalu harus pergi ke sekolah atau kampus, yang berdaya tampung sangat terbatas. Seiring dengan kemajuan teknologi komunikasi dan pemanfaatan jaringan internet maupun intranet, dimungkinkan untuk bisa memperoleh pendidikan jarak jauh. Atau, apa yang disebut dengan pendidikan jarak jauh on-line, seperti dilakukan negara-negara maju. Apa lagi Indonesia merupakan negara yang terdiri atas beribu-ribu pulau dengan jumlah populasi penduduk yang sangat banyak, sangat tepat untuk menjalankan pendidikan jarak jauh on-line.

Masyarakat yang berada di Irian Jaya atau Timor Timur tidak usah jauh-jauh datang ke Jakarta hanya untuk mendapatkan pendidikan. Mereka cukup duduk di depan komputer dan dengan jari-jari bisa belajar dengan membuka internet. Dunia pendidikan, ilmu pengetahuan dan berbagai sumber informasi ada di ujung jari.

Keunggulan Dan Kelemahan

P

endidikan jarak jauh on-line melalui internet ini sangat tepat untuk diterapkan di Indonesia. Mengingat luas Indonesia yang terbentang dari Sabang sampai Merauke dan jumlah penduduk yang sangat banyak, tidak mungkin tertampung di sekolah atau universitas yang sudah ada sekali pun. Dengan sarana pendidikan seperti ini dimungkinkan pencapaian upaya pemerataan distribusi pendidikan ke seluruh wilayah Tanah Air.

Sarana pendidikan jarak jauh ini memiliki beberapa keunggulan dan kelemahan. Sebagaimana dikemukakan Victor L. Magdaraog, Vice President SGV-Development Dimension International dalam seminar On-Line Learning yang diselenggarakan STMB dan PT Telkom di Bandung baru-baru ini.

Beberapa keunggulan program pembelajaran jarak jauh on-line ini adalah pertama, dimungkinkan terjadinya distribusi pendidikan ke semua penjuru Tanah Air dengan kapasitas daya tampung yang tidak terbatas, karena tidak memerlukan ruang kelas. Guru dan murid tidak perlu bertatap muka secara langsung dalam ruang kelas, karena yang digunakan adalah fasilitas komputer yang dihubungkan dengan internet atau intranet. Sehingga, dengan belajar seperti ini akan mengurangi biaya operasional pendidikan, seperti biaya pembangunan dan pemeliharaan gedung, transportasi, pemondokan, kertas, alat tulis dan sebagainya.

Kedua, tidak terbatas oleh waktu. Pembelajar dapat menentukan kapan saja waktu untuk belajar, sesuai dengan ketersediaan waktu masing-masing. Proses pembelajaran ini sangat cocok diterapkan bagi karyawan/pegawai. Proses pendidikan tidak perlu mengganggu waktu bekerja mereka. Sehingga, karyawan/pegawai masih tetap berkontribusi bagi perusahaan tempat mereka bekerja.

Ketiga, pembelajar dapat memilih topik atau bahan ajar sesuai dengan keinginan dan kebutuhan masing-masing. Hal ini sangat baik karena dapat mendukung tercapainya tujuan pembelajaran. Seperti diyakini kaum pendidik, bahwa pembelajar akan sangat efektif manakala sesuai dengan keinginan dan kebutuhan peserta didik.

Keempat, lama waktu belajar juga bergantung pada kemampuan masing-masing pembelajar. Kalau si pembelajar telah mencapai tujuan pembelajaran, ia dapat menghentikannya. Sebaliknya, apabila si pembelajar masih memerlukan waktu untuk mengulangi kembali subjek pembelajarananya, dia bisa langsung mengulanginya tanpa tergantung pada pembelajar lain atau pengajar.

Kelima adalah keakuratan dan kekinian materi pembelajaran. Mengingat, materi pembelajaran disimpan dalam komputer, berarti materi itu mudah diperbarui sesuai dengan perkembangan iptek. Kaum pembelajar dapat menanyakan hal-hal yang kurang dipahami secara langsung kepada pengajar, sehingga keakuratan jawaban dapat terjamin.

Keenam, pembelajar jarak jauh ini dapat dilaksanakan secara interaktif, sehingga menarik perhatian pembelajar.

Selain keunggulan-keunggulan tersebut, ada beberapa kelemahan yang mungkin timbul dalam sistem belajar jarak jauh on-line ini. Pertama, tingginya kemungkinan gangguan belajar. Karena sifat cara pendidikan jarak jauh ini merupakan belajar mandiri, sehingga kemungkinan terjadi gangguan selama belajar sangat mungkin, hal ini bergantung pada motivasi masing-masing pembelajar. Demikian pula dengan kemungkinan terhentinya program pembelajaran.

Kedua, kesulitan mendapat penjelasan pengajar/fasilitator yang sesegera mungkin apabila si pembelajar mendapatkan kesulitan. Si pembelajar harus menunggu pengajar untuk membuka internetnya.

Ketiga, adalah pemahaman pembelajar terhadap bahan ajar. Bisa saja terjadi kesalahan visi dan persepsi terhadap tujuan yang ditentukan. Si pembelajar merasa bahwa dia telah mencapai tujuan pembelajaran; sedangkan pengajar/fasilitator masih menganggap belum tercapai sepenuhnya. Tetapi, kesalahan visi dan persepsi ini dapat ditanggulangi, karena setiap akhir paket pembelajaran diadakan evaluasi dan refleksi.

M

Prospek dan Kendala

engingat jumlah penduduk Indonesia yang sangat banyak dan tersebar di berbagai wilayah Nusantara, serta keterbatasan daya tampung sekolah dan lembaga pendidikan lain, sehingga tidak mungkin dapat menampung semua sumber daya yang ingin belajar. Prospek pendidikan jarak jauh on-line merupakan suatu alternatif yang cukup cerah. Selain itu, perkembangan masa depan telekomunikasi Indonesia sangat mendukung terciptanya fasilitas untuk pembelajaran jarak jauh on-line ini.

Menurut perhitungan Hexindo Consult, jumlah pelanggan internet di Indonesia sampai akhir 1997 berjumlah 50.000. Sedangkan jumlah perusahaan penyelenggara jasa internet atau internet service provider yang berizin sebanyak 44 perusahaan walaupun yang aktif berjumlah 33 (SWA, edisi 17-30 September 1998). Munculnya bisnis berbagai tempat akses internet umum menunjukkan betapa besar dan antusias masyarakat terhadap jasa internet. Hal ini menunjukkan perkembangan yang cukup cerah terhadap daya dukung terciptanya pendidikan jarak jauh on-line.

Sektor telekomunikasi Indonesia pada abad ke-21 meluncurkan program Nusantara 21 yang bertujuan mengembangkan archipelago super lane dan mengembangkan nusantara multimedia community access centers untuk kepentingan seluruh lapisan masyarakat. Program ini menggabungkan seluruh sistem jaringan telekomunikasi, yaitu satelit, kabel serat optik, seluler, TV kabel, dan broadcast dalam satu konfigurasi jaringan. Jaringan ini terkoneksi langsung dengan jaringan internasional yang berkoneksi secara superhighway (SWA, edisi 17-30 September 1998). Program ini sangat mendukung terciptanya program pembelajaran jarak jauh on-line, karena akan memudahkan masyarakat untuk mengakses program pendidikan yang didistribusikan melalui jaringan internet.

Namun demikian, ada beberapa kendala penyelenggaraan pembelajaran jarak jauh on-line ini. Pertama, pengguna jasa internet masih sedikit. Meskipun bisnis internet sudah cukup berkembang pesat, tetapi jika dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia yang lebih dari 200 juta jiwa, itu berarti dapat dikatakan jumlah 50.000 pelanggan masih sangat sedikit.

Kedua, jumlah perusahaan internet service provider juga dirasakan masih kurang, sehingga saat ini masih banyak perusahaan internet service provider yang bandwidth-nya sudah penuh sesak. Hal ini akan menghambat terjadinya proses pembelajaran jarak jauh on-line.

Ketiga, mengubah paradigma pendidikan konvensional tatap muka dalam kelas menjadi belajar mandiri dalam menghadapi komputer tidaklah mudah. Hal ini memerlukan proses pengedukasian masyarakat secara terus-menerus.

Keempat, harga perangkat komputer masih dirasakan sangat mahal. Meksipun ada beberapa kelemahan dalam sistem pembelajaran jarak jauh on-line dan kendala dalam penyelenggaraannya, tetapi mengingat keunggulan dan prospek penyelenggaraan ke depan serta untuk memberikan kesempatan kepada masyarakat secara luas, -- terutama bagi mereka yang tidak tertampung dalam ruang belajar di kelas, atau masyarakat yang masih jauh dari pusat pendidikan -- program itu perlu bagi penyelenggara pendidikan untuk menyelenggarakan sistem pendidikan jarak jauh on-line ini.

P

enyelenggara pendidikan harus sudah memulai memikirkan kembali isi (content) dalam proses pembelajaran jarak jauh on-line secara tepat. Kiranya dengan acara belajar jarak jauh on-line ini cita-cita untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sekaligus mengangkat harkat dan martabat bangsa secara keseluruhan dapat tercapai.

Manusia Indonesia di mana pun berada tetap eksis menjadi yang berkualitas unggul, tangguh, kreatif dan berdaya saing tinggi. Bangsa Indonesia menjadi bangsa yang besar, bukan hanya karena jumlah penduduknya melainkan karena ditopang oleh sistem pendidikan yang berkualitas.*** [fcs]

oleh: Siti Fathonah 1102406035